Tampilkan postingan dengan label astronomi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label astronomi. Tampilkan semua postingan

Kamis, 09 Mei 2013

Cara aman mengamati gerhana matahari

Gerhana matahari besok memang sayang jika dilewatkan. Namun, Anda yang ingin mengamatinya juga tidak boleh sembarangan. Salah-salah, penglihatan Anda yang jadi korbannya.
Gerhana matahari memang diyakini memiliki sinar radiasi yang mampu mengganggu penglihatan. Gangguan ini bisa menyebabkan kebutaan sesaat hingga permanen.
Namun, bukannya tidak mungkin bagi kita untuk mengamati fenomena alam ini dengan benar. Setidaknya, ada beberapa cara yang aman untuk mengamati kejadian ini.
Cara pertama, adalah dengan memanfaatkan pantulan cermin. Untuk bisa melakukannya, Anda harus mengarahkan sinar matahari dengan cermin ke tanah. Bayangan yang ada di tanah inilah yang bisa kita nikmati dengan nyaman.
Selain itu, Anda juga bisa menggunakan refleksi dari dua kertas tebal. caranya, kertas pertama dilubangi kecil dan ditempatkan di depan kertas satunya dengan sudut kemiringan menghadap matahari. Pantulan di kertas kedua ini yang bisa dilihat.
Cara terakhir adalah dengan memanfaatkan perlengkapan yang memang dipersiapkan secara profesional untuk melihat gerhana ini. Bisa dengan topeng khusus, filter teropong khusus, dan sebagainya. Namun, Anda harus bisa memastikan dulu apakah perlengkapan ini masih layak untuk digunakan.
Selain dengan perlengkapan di atas, jangan sekali-kali berani mencoba mengawasi gerhana ini secara langsung. Jika tidak, penglihatan Anda yang sangat berharga akan menjadi korbannya.

Source : Merdeka.com
Read More

Sabtu, 04 Mei 2013

BMKG: Gerhana Matahari Cincin Terjadi 9-10 Mei

Jakarta (ANTARA) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan gerhana matahari cincin (GMC) akan terjadi pada 9-10 Mei 2013.
Berdasarkan situs resmi BMKG yang dilansir di Jakarta, Jumat, menyebutkan gerhana matahari cincin tersebut dapat diamati dari Samudra Pasifik, Australia, Singapura, Indonesia kecuali Sumatera bagian Utara dan Filipina bagian Selatan.
Di Australia dan Pasifik akan mengalami gerhana matahari cincin. Sementara di Indonesia kecuali Sumatera bagian Utara, akan berupa gerhana matahari sebagian (GMS) pada 10 Mei 2013 yang dapat disaksikan pada pagi hari.
Fase GMC, di mana gerhana mulai pada 21 25.1 UT, gerhana cincin mulai di 23 32.6 UT, dan puncaknya pada 00 19.6 UT, gerhana cincin berakhir 02 17.8 UT serta gerhana berakhir pada 03 25.3 UT.
Namun, waktu untuk setiap fase di setiap lokasi bisa berbeda dengan waktu-waktu tersebut, karena tergantung pada posisi lokasi pengamat di permukaan bumi dan posisi bulan dan matahari nisbi terhadap posisi pengamat.
Gerhana mulai dapat terlihat di Kupang, Manado, Ternate, Ambon, Sorong, Manokwari, Merauke dan Jayapura. Selain Kupang dan Manado, masyarakat di enam daerah lainnya beruntung bisa menyaksikan puncak gerhana hingga gerhana berakhir.
Sementara puncak gerhana juga bisa dilihat masyarakat di Surabaya, Pontianak, Palangka Raya, Banjarmasin, Samarinda, Denpasar, Mataram, Kupang, Manado, Kendari, Palu, Makassar.
Sedangkan gerhana berakhir bisa dilihat dari Padang, Pekanbaru, Jambi, Bengkulu, Palembang, Bandar Lampung, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Pontianak, Palangka Raya, Banjarmasin, Samarinda, Denpasar, Mataram, Kupang, Manado, Kendari, Palu, Makassar.
Gerhana matahari adalah fenomena alam di mana terhalanginya cahaya matahari oleh bulan, sehingga tidak semuanya sampai ke bumi.
Peristiwa tersebut terjadi akibat dinamisnya pergerakan posisi matahari, bumi dan bulan dan hanya terjadi pada saat fase bulan baru dan dapat diprediksi sebelumnya.
Di 2013, diperdiksikan terjadi lima kali gerhana yaitu dua gerhana matahari dan tiga kali gerhana bulan.(rr)

Source: Yahoo! Indonesia News

Read More

Kamis, 31 Mei 2012

Bersiap Lihat Transit Venus yang Langka


Transit Venus adalah peristiwa saat posisi planet tersebut berada di antara Matahari dan Bumi sehingga akan tampak sebagai titik hitam yang bergerak di muka Matahari. Kejadian alam yang langka ini akan terjadi 6 Juni 2012 mendatang.

Mengapa langka? Transit Venus terjadi hanya dua kali dalam satu abad. Uniknya, antara transit pertama dan kedua jaraknya 8 tahun, namun peristiwa berikutnya harus menunggu lebih dari seabad, 121 tahun atau 105,5 tahun tergantung periodenya.




Transit Venus terakhir kali terjadi tahun 2004 dan berikutnya akan terjadi 6 Juni 2012. Setelah itu, baru tahun 2117 transit Venus akan kembali terjadi.

Artinya transit Venus mendatang pada 6 Juni 2012 mungkin kesempatan terakhir bagi sebagian besar orang yang hidup saat ini untuk menyaksikannya kecuali berumur panjang lebih dari 100 tahun.

Muhammad Rayhan, Ketua Himpunan Astronom Amatir Jakarta (HAAJ) mengatakan, Venus yang memiliki periode revolusi mengelilingi Matahari rata-rata sekitar 200 hari sementara Bumi yang 365 hari memang akan selalu pada posisi sejajar setiap 19 bulan yang jatuh Juni atau Desember.

Namun, tidak setiap kalau terjadi transit Venus. Hal ini karena orbit Bumi dan Venus punya perbedaan sekitar 3,4 derajat. Posisi sejajar dan lurus hanya terjadi berulang dengan periode 8 tahun, 121 tahun, 8 tahun, dan 105,5 tahun.

Transit hanya terjadi untuk dua planet inferior atau planet dalam yakni Merkurius dan Venus. Hal ini karena kedua planet itulah yang mungkin melintas di antara Bumi dan Matahari. Sementara planet lainnya tidak mungkin terjadi transit dengan Matahari.

"Karena kedua planet di antara obit Bumi dan Matahari. Mars dan lainnya punya orbit di luar Bumi," jelas Rayhan.
  
Foto: bma2.org

 Beginilah transit venus akan terlihat, ada noktah hitam mengorbit pada matahari

Sayangnya, pada peristiwa transit Venus tanggal 6 Juni 2012, tidak seluruh daerah yang bisa mengamatinya. Beruntung, seluruh wilayah Indonesia masuk dalam wilayah pengamatan.

Wilayah Indonesia Timur dapat mengamati peristiwa tersebut dari awal hingga akhir yang berlangsung sekitar 6 jam. Sementara wilayah Indonesia barat dapat mengamati lebih dari 5 jam.

"Sejak pertama kontak sampai selesai dari Jakarta bisa diamati mulai pukul 05.10 pagi," kata Rayhan.

Namun, karena pada saat transit dimulai Matahari belum terbit, pengamatan baru bisa dilakukan beberapa menit kemudian hingga berakhir pukul 11.00.
Read More

Sabtu, 05 Mei 2012

Mengapa Bulan / Matahari Tampak Lebih Besar di Cakrawala?

Gejala bulan / matahari lebih besar pada saat dekat dengan cakrawala hanyalah ilusi, karena otak kita berpikir bahwa arah cakrawala lebih jauh daripada di titik kulminasi / zenith.

Karena itu ketika kamu melihat bulan / matahari terbit di cakrawala dan perlahan-lahan naik ke zenith ia akan tampak semakin mengecil.


Matahari tampak lebih besar di cakrawa. 
Kredit : wallpaper4me.com

Fenomena ini juga dikenal sebagai Ilusi Bulan dan juga sama kasusnya dengan Matahari. Ilusi ini terjadi karena ketika Bulan / Matahari sedang di cakrawala secara tidak sadar kita  membandingkannya dengan obyek latar depan seperti pohon, rumah, gunung atau kadang dengan cakrawala itu sendiri sehingga Bulan / Matahari tampak lebih besar dibanding ketika Bulan / Matahari menggantung sendirian di langit.

Kasus ilusi Bulan ini mirip atau sama dengan yang namanya ilusi Ponzo atau ilusi optik geometri dimana otak berpikir bahwa apapun yang ada di atas berada lebih jauh maka ukurannya pasti lebih besar. Tapi dalam kenyataannya ukurannya sebenarnya sama.

Ada juga yang menduga kalau ilusi tersebut terjadi karena pembiasan. Tapi, pembiasan atmosfer hanya perpengaruh pada penggepengan piringan matahari/bulan (yang justru membuat bulan/matahari lebih kecil pada sumbu vertikalnya) dan juga perubahan warna menjadi lebih merah.


Source : Apakabardunia
Read More

Senin, 16 April 2012

Teori Fisika Hawking, Mengungkap Perjalanan Isra Rasulullah SAW

Salah satu mukjizat Nabi Muhammad SAW adalah diperjalankannya beliau oleh Allah SWT melalui peristiwa Isra’ Mi’raj. Banyak yang coba mengungkapkan peristiwa tersebut secara ilmiah, salah satunya melalui Teori Fisika paling mutahir, yang dikemukakan oleh Dr. Stephen Hawking.


http://3.bp.blogspot.com/_zjjbdPgG57I/S9XO8HxjLRI/AAAAAAAAALI/qO1gumzcwsQ/s1600/stephen-hawking.jpg
Stephen Hawking

Teori Lubang Cacing

Raksasa di dunia ilmu fisika yang pertama adalah Isaac Newton (1642-1727) dengan bukunya : Philosophia Naturalis Principia Mathematica, menerangkan tentang konsep Gaya dalam Hukum Gravitasi dan Hukum Gerak.

Kemudian dilanjutkan oleh Albert Einstein (1879-1955) dengan Teori Relativitasnya yang terbagi atas Relativitas Khusus (1905) dan Relativitas Umum (1907).

Dan yang terakhir adalah Stephen William Hawking, CH, CBE, FRS (lahir di Oxford, Britania Raya, 8 Januari 1942), beliau dikenal sebagai ahli fisika teoritis.

Dr. Stephen Hawking dikenal akan sumbangannya di bidang fisika kuantum, terutama sekali karena teori-teorinya mengenai tiori kosmologi, gravitasi kuantum, lubang hitam, dan tulisan-tulisan topnya di mana ia membicarakan teori-teori dan kosmologinya secara umum.

Tulisan-tulisannya ini termasuk novel ilmiah ringan A Brief History of Time, yang tercantum dalam daftar bestseller di Sunday Times London selama 237 minggu berturut-turut, suatu periode terpanjang dalam sejarah.

Berdasarkan teori Roger Penrose :
“Bintang yang telah kehabisan bahan bakarnya akan runtuh akibat gravitasinya sendiri dan menjadi sebuah titik kecil dengan rapatan dan kelengkungan ruang waktu yang tak terhingga, sehingga menjadi sebuah singularitas di pusat lubang hitam (black hole).“

Dengan cara membalik prosesnya, maka diperoleh teori berikut :


Lebih dari 15 milyar tahun yang lalu, penciptaan alam semesta dimulai dari sebuah singularitas dengan rapatan dan kelengkungan ruang waktu yang tak terhingga, meledak dan mengembang. Peristiwa ini disebut Dentuman Besar (Big Bang), dan sampai sekarang alam semesta ini masih terus mengembang hingga mencapai radius maksimum sebelum akhirnya mengalami Keruntuhan Besar (kiamat) menuju singularitas yang kacau dan tak teratur.

Dalam kondisi singularitas awal jagat raya, Teori Relativitas, karena rapatan dan kelengkungan ruang waktu yang tak terhingga akan menghasilkan besaran yang tidak dapat diramalkan.

Menurut Hawking bila kita tidak bisa menggunakan teori relativitas pada awal penciptaan “jagat raya”, padahal tahap-tahap pengembangan jagat raya dimulai dari situ, maka teori relativitas itu juga tidak bisa dipakai pada semua tahapnya.

Di sini kita harus menggunakan mekanika kuantum. Penggunaan mekanika kuantum pada alam semesta akan menghasilkan alam semesta “tanpa pangkal ujung” karena adanya waktu maya dan ruang kuantum.

Pada kondisi waktu nyata (waktu manusia) waktu hanya bisa berjalan maju dengan laju tetap, menuju nanti, besok, seminggu, sebulan, setahun lagi dan seterusnya, tidak bisa melompat ke masa lalu atau masa depan.

Menurut Hawking, pada kondisi waktu maya (waktu Tuhan) melalui “lubang cacing” kita bisa pergi ke waktu manapun dalam riwayat bumi, bisa pergi ke masa lalu dan ke masa depan.

http://namakugusti.files.wordpress.com/2011/01/godellubangcacing.jpg
Ilustrasi Lubang Cacing

Hal ini bermakna, masa depan dan kiamat (dalam waktu maya) menurut Hawking “telah ada dan sudah selesai” sejak diciptakannya alam semesta. Selain itu melalui “lubang cacing” kita bisa pergi ke manapun di seluruh alam semesta dengan seketika.

Jadi dalam pandangan Hawking takdir itu tidak bisa diubah, sudah jadi sejak diciptakannya.


Dalam bahasa ilmu kalam :
“Tinta takdir yang jumlahnya lebih banyak daripada seluruh air yang ada di tujuh samudera di bumi telah habis dituliskan di Lauhul Mahfudz pada awal penciptaan, tidak tersisa lagi (tinta) untuk menuliskan perubahannya barang setetes.”

Menurut Dr. H.M. Nasim Fauzi, sesuai dengan teori Stephen Hawking, manusia dengan waktu nyatanya tidak bisa menjangkau masa depan (dan masa silam).

Tetapi bila manusia dengan kekuasaan Allah, bisa memasuki waktu maya (waktu Allah) maka manusia melalui “lubang cacing” bisa pergi ke masa depan yaitu masa kiamat dan sesudahnya, bisa melihat masa kebangkitan, neraka dan shiroth serta bisa melihat surga kemudian kembali ke masa kini, seperti yang terjadi pada Nabi Muhammad SAW, sewaktu menjalani Isra’ dan Mi’raj.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLfi95Ewplb9GUkrgGVl1pr_F3eYloOrUgy3Tlu571WnfM5Cn_MIVnkZS1PyVyI19TfhEeReQIuGWpupbeI4R8EzgBZ_bTB40ADXaoiFjzqPRMWjMFtbsMEG9QSKOykcDjhfx2iLEjre0W/s1600/isra_miraj1.jpg
Dari sinilah Rasulullah SAW diperjalankan oleh Allah SWT ke langit.


Sebagaimana firman Allah :
Dan Sesungguhnya Muhammad Telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidrotil Muntaha. Di dekatnya ada syurga tempat tinggal . . .
(QS. An Najm / 53:13-15)

Nampaknya dalam mengungkap Perjalanan Isra, Teori Hawking dengan “Lubang Cacing”-nya, sama logisnya dengan Teori Menerobos Garis Tengah Jagat Raya namun meskipun begitu, teori Hawking, tidak semuanya bisa kita terima dengan mentah-mentah.

Seandainya benar, Rasulullah diperjalankan Allah melalui “lubang cacing” semesta, seperti yang diutarakan oleh Dr. H.M. Nasim Fauzi, harus diingat bahwa perjalanan tersebut adalah perjalanan lintas alam, yakni menuju ke tempat yang kelak dipersiapkan bagi umat manusia, di masa mendatang (surga).

Rasulullah dari masa ketika itu (saat pergi), berangkat menuju surga, dan pada akhirnya kembali ke masa ketika itu (saat pulang).

Dan dengan mengambil teladan peristiwa Isra, kita bisa ambil kesimpulan :
1. Manusia dengan kekuasaan Allah, dapat melakukan perjalanan lintas alam, untuk kemudian kembali kepada waktu normal.

2. Manusia yang melakukan perjalanan ke masa depan, namun masih pada ruang dimensi alam yang sama, tidak akan kembali kepada masa silam (mungkin sebagaimana terjadi pada Para Pemuda Kahfi).

3. Manusia sekarang, ada kemungkinan dikunjungi makhluk masa silam, tetapi mustahil bisa dikunjungi oleh makhluk masa depan. Hal ini semakin mempertegas, semua kejadian di masa depan, hanya dipengaruhi oleh kejadian di masa sebelumnya.

Wallahu a’lamu bisshawab…

 Source : Apa Kabar Dunia
Read More

Hujan di Titan 1000 Tahun Sekali

Titan dalam mitologi Yunani adalah para penguasa bumi sebelum para dewa Olimpus. Pemimpin mereka bernama Kronos yang nantinya akan digulingkan oleh Zeus. Ke-12 Titan adalah anak dari Uranus dewa langit dan Gaia dewi bumi.
Nah, yang kita bicarakan sekarang bukan Titan sebagai mitos, tetapi Titan asli. Yakni bulan terbesar di Planet Saturnus. 
Banyak pendapat menyebut kalau Titan memiliki jutaan kubik air, sehingga jadi harapan menjadi “Bumi ke-2”. Penelitian pun dengan gencar menyelidiki Titan lebih intensif lagi.
Rupanya angan-angan menjadikan Titan tempat tinggal baru bagi umat manusia harus “menelan kopi pahit”. Pihak NASA menyimpulkan, memang benar Titan seperti bumi yaitu memiliki cairan di atmosfer yang bisa menimbulkan hujan ke atas permukaan planetnya.
Tapi di Titan bukan hujan air, melainkan hujan metana. Hujan tersebut pun hanya datang sekali dalam 1000 tahun. Temuan ini disajikan oleh Dr. Ralph Lorenz saat konferensi Bulan dan Planet di the Lunar and Planetary Science Conference (LPSC), Texas.
“Titan sangat menarik, punya analogi yang sama tetapi berbeda dengan bumi. Angin dan hujan memahat permukaan, menghasilkan saluran sungai, danau, bukit pasir dan garis pantai,” jelas Dr. Ralph.
Tapi di Titan, hidrokarbon cair mengambil tempat air. Dengan hujan metana, maka suhunya mencapai 179 derajat Celcius. Perhitungan ini didasarkan pada temuan badai hujan yang terjadi pada tahun 2004 dan 2010 di Titan – pada dua tempat yang berbeda.

"Anda membutuhkan waktu berabad-abad untuk menunggu datangnya hujan di Titan. Saat itu terjadi, hujan (metana) yang turun curahnya bisa puluhan sentimeter bahkan meter tingginya,” urai Dr. Ralph lebih lanjut.
Artinya, kalau kamu termasuk pemerhati Alien atau ingin mencari “bumi lain” di sistem tata surya maka harus bersabar dan terus mencari. Sementara, kita nikmati dan jagalah bumi. Karena hanya bumi saja yang dibuat Tuhan untuk umat manusia.

Source : Apa Kabar Dunia
Read More

Kamis, 08 April 2010

Asteroid Terbesar Kedua di Bimasakti Berkembang Jadi Planet


JAKARTA, KOMPAS.com - Asteroid terbesar di dalam Sistem Bimasakti sebenarnya adalah purwarupa planet, yaitu satu blok yang sedang berkembang menjadi planet sesungguhnya yang lebih besar, demikian hasil satu studi.

Beberapa peneliti di University of California, Los Angeles (UCLA), membuat kesimpulan tersebut setelah menggunakan teleskop Antariksa Hubble untuk mempelajari Pallas, asteroid terbesar kedua di dalam Sistem Bimasakti, kata studi tersebut, yang disiarkan di dalam jurnal Science, terbitan Oktober.

Pallas, yang namanya diambil dari nama Dewi Yunani, Pallas Athena, berada di sabuk utama asteroid antara orbit Jupiter dan Mars.

Menurut teori pembentukan planet, purwarupa planet adalah awan partikel gas, batu, dan debu yang berada dalam proses pembentukan satu planet. Purwarupa planet agak berada di jalur masing-masing orbit lain, sehingga terjadi benturan dan secara berangsur membentuk planet yang sesungguhnya.

"Sangat menggairahkan untuk menyaksikan satu obyek perspektif baru ini yang sangat menarik dan belum diamati oleh Hubble dengan resolusi tinggi," kata mahasiswi tingkat doktor UCLA, Britney E Schmidt, penulis utama studi itu.

"Kami memperkirakan, asteroid yang sangat besar ini bukan hanya sebagai blok planet yang sedang terbentuk, tapi sebagai peluang untuk meneliti pembentukan planet beku pada waktunya," kata Schmidt.

"Memiliki kesempatan menggunakan Hubble, dan melihat citra itu kembali dan memahami secara otomatis ini dapat mengubah apa yang kami pikirkan mengenai obyek ini," kata Schmidt sebagaimana dilaporkan kantor berita resmi China, Xinhua.

Dengan gambar Hubble, Schmidt mengatakan dia dan rekannya dapat membuat pengukuran baru mengenai bentuk dan ukuran Pallas. Mereka dapat melihat permukaannya memiliki daerah gelap dan cerah, yang menunjukkan benda yang kaya akan air tersebut mungkin telah mengalami perubahan internal dengan cara yang sama yang dilalui planet.

"Itulah yang membuatnya lebih mirip planet --variasi warna dan bentuk bulat sangat penting sepanjang yang kami pahami, adalah obyek dinamis atau benda itu telah memiliki ukuran yang persis sama sejak terbentuk," kata Schmidt. "Kami kira barangkali itu adalah obyek yang dinamis."

Untuk pertama kali, Schmidt mengatakan, dia dan rekannya juga melihat tempat tabrakan besar di Pallas. Mereka tak dapat memastikan apakah itu adalah kawah, tapi depresinya memang menunjukkan sesuatu yang penting lain: bahwa itu dapat membawa kepada keluarga kecil asteroid Pallas yang mengorbit di antariksa.
Read More

Ditemukan Planet Serupa Bumi yang Memiliki Air

PARIS, KOMPAS.com — Para astronom telah menemukan sebuah planet serupa Bumi yang mayoritas permukaannya tertutup air. Planet itu berukuran lebih besar dengan radius 2,7 kali radius Bumi. Demikian diungkapkan dalam penelitian yang dipublikasikan dalam journal ilmiah Nature, Rabu (16/12/2009).

Planet yang kemudian disebut "Bumi Super" itu berada sejauh 42 tahun cahaya di sistem tata surya lain. Adapun satu tahun cahaya adalah jarak yang bisa ditempuh cahaya dalam setahun atau sekitar 9.460.730.472.580.800 kilometer.

Penemuan planet GJ 1214b itu merupakan langkah maju dalam usaha pencarian planet lain yang mirip Bumi. Demikian dikatakan Geoffrey Marcy, peneliti dari Universitas California. Meski begitu, menurut penelitian di Pusat Astrofisika Harvard-Smithsonian, planet yang baru ditemukan itu terlalu panas untuk bisa mendukung kehidupan.

"Kepadatannya menunjukkan bahwa, meski tiga perempat bagiannya ditutupi air dan seperempatnya batuan, ada petunjuk bahwa planet itu memiliki atmosfer penuh gas," demikian dituliskan di laporan Nature. Suhu di sana diperkirakan antara 120 dan 280 derajat celsius, walau bintang di pusatnya memilki ukuran sekitar seperlima Matahari kita. Planet "Bumi Super" itu mengelilingi bintangnya yang kecil dan redup tiap 38 jam.

Bila disejajarkan dengan planet luar atau exoplanet lain yang juga mirip Bumi, planet ini berukuran lebih kecil, lebih dingin, dan paling mirip dengan Bumi. Exoplanet adalah planet yang berada di luar sistem tata surya kita.

Mengenai keberadaan air di sana, disebutkan bahwa air itu kemungkinan berbentuk kristal yang terjadi akibat tekanan 20.000 kali lebih besar dibanding tekanan di atas permukaan laut Bumi.

Dibanding planet temuan lain, misalnya CoRoT-7b yang mengelilingi sebuah bintang amat panas, planet baru ini relatif jauh lebih dingin. CoRoT-7b memiliki kepadatan mendekati Bumi (5,5 gram per sentimeter kubik) dan sepertinya berbatu, sementara GJ 1214b sepertinya hanya memiliki kepadatan 1,9 per sentimeter kubik. Menurut peneliti, mengingat kepadatan planet yang sedemikian rendah, pasti ada air dalam jumlah besar di sana.
Read More

Galaksi Bima Sakti Lebih Ringan

JAKARTA, KAMIS - Massa Galaksi Bima Sakti diprediksi sekitar 1 triliun kali massa Matahari. Namun, hasil perhitungan terbaru ini lebih kecil dari prediksi sebelumnya. Perkiraan sebelumnya menyatakan bahwa massa galaksi yang menjadi rumah tata surya itu diperkirakan mencapai 2 triliun kali massa Matahari meski dengan estimasi minimum 750 juta kali. Namun, dengan data-data lebih banyak saat ini, para pakar astrofisika dapat memprediksi massanya dengan lebih akurat.

Perkiraan ini diperoleh berdasarkan hasil perkiraan massa kumpulan bintang-bintang yang teramati di bagian halo galaksi tersebut. Halo di sini merupakan bagian galaksi yang berada di cakram utama. Dengan mengukur kecepatan edar bintang-bintang tersebut, besar gaya gravitasi yang diperlukan galaksi untuk menjaganya di orbit dapat diketahui. Massa galaksi juga dapat diketahui dari hasil turunan persamaan dalam perhitungan ini. "Galaksi ini ternyata lebih ringan dari perkiraan kita," ujar Xiangxiang Xue dari Observatorium Astronomi Nasional China, ketua tim peneliti. Namun, hal tersebut juga menunjukkan bahwa kandungan materi hitam tidak sebesar perkiraan.

Massa galaksi merupakan campuran antara bintang-bintang, debu kosmis, gas, dan materi hitam yang masih misterius wujudnya. Dengan kandungan materi hitam yang tidak banyak, ini berarti konversi energi galaksi menjadi helium dan hidrogen, yang merupakan bahan bakar bintang, lebih efisien. "Total massa galaksi sulit dihitung karena kita berada di dalamnya. Namun, hal tersebut harus diketahui jika kita ingin memahami bagaimana Galaksi Bima Sakti terbentuk atau membandingkannya dengan galaksi asing yang terlihat utuh dari Bumi," ujar Timothy Beers, peneliti lainnya dari Michigan State University, AS.

Prediksi sebelumnya hanya menggunakan data 500 bintang. Sementara prediksi terakhir telah menggunakan data lebih dari 2.400 bintang. Semakin besar data yang dipakai, semakin tinggi tingkat akurasinya. Hasil penelitian terbaru ini akan dipublikasikan dalam Astrophysical Journal.
Read More