BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Dapat hidup
berdampingan secara damai dengan bangsa – bangsa lain merupakan dambaan
bagi
setiap bangsa yang beradab di dunia. Secara fisik maupun psikis, hati
nurani
manusia sangat merindukan rasa damai, aman, tertib, dan tenteram dalam
suasana
perikeadilan dan perikemanusiaan.
Hal terpenting dari
keinginan luhur untuk dapat hidup berdampingan secara damai dalam
pergaulan
dunia adalah pengalaman sejarah, terutama banyaknya Negara yang terlibat
Perang
Dunia II yang menimbulkan kerugian besar di berbagai bidang kehidupan.
Oleh
karena itu, guna membangun dasar – dasar hubungan antarbangsa yang bebas
dan
demokratis serta dapat menentukan nasibnya sendiri, dibentuklah PBB.
PBB yang berdiri pada
tanggal 24 Oktober 1945, diharapkan mampu menjadi wadah upaya
penyelesaian
sengketa – sengketa bilateral, regional, maupun multilateral secara
adil,
bijaksana, dan proposional. Tujuan berdirinya PBB adalah
“Untuk
menjamin
perdamaian dan keamanan setia anggota, sehingga para anggota dapat
terjamin
kelangsungan hidupnya dan tidak ada tekanan dari Negara lain.”
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Makna Hukum Internasional
Istilah hukum internasional
dikenal dalam berbagai
istilah dan bahasa. Menurut bahasa Indonesia, hukum internasional adalah
hukum
bangsa – bangsa, hukum antarbangsa dan hukum antarnegara.
Menurut bahasa asing hukum
internasional adalah internasional
law, common law, law of mankind, law of nations, transnational law (Inggris),
droit gens (Perancis), volkenreet (Jerman), volkenrecht
(Belanda), ius gentium/ius intergentes (Romawi).
Pengertian hukum
internasionalmenurut para ahli, sebagai berikut.
-
Hugo
De Groot
Hugo de
groot (Grotius) dalam bukunya de jure
belli ac pacis (perihal perang dan damai) mengemukakan, bahwa hukum dan
hubungan internasional didasarkan pada kemauan bebas atau hukum alam dan
persetujuan beberapa atau semua Negara. Ini ditujukan demi kepentingan
bersama
dari mereka yang menyatakan diri di dalamnya.
-
Prof.
Dr. J.G. Starke
Hukum
internasional adalah sekumpulan hukum
(body of law) yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dan karena itu
biasanya ditaati dalam hubungan antarnegara.
-
Prof.
Dr. Mochtar Kusumaatmaja, S.H
Hukum
internasional adalah keseluruhan
kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang
melintasi batas-batas Negara dengan subjek hukum internasional lainnya
yang
bukan Negara satu sama lain.
-
Wirjono
Prodjodikoro
Hukum
internasional adalah hukum yang menagtur
perhubungan hukum antar berbagai bangsa di berbagai Negara.
Berdasarkan
makna atau pengertian dari para ahli
hukum internasional dalam penerapannya dapat dibedakan menjadi hukum
perdata
internasional dan hukum public internasional.
a. Hukum
perdata internasional
Adalah
hukum internasional yang mengatur hubungan hukum antara warga Negara di
suatu
Negara dengan warga Negara dari Negara lain (hukum antarbangsa).
b. Hukum
publik internasional
Adalah
hukum internasional yang mengatur
Negara yang sau denagn Negara yang lain dalam hubungan internasional
(hukum
antarnegara).
2.2 Asas
Hukum Internasional
Berlakunya
hukum internasional dalam rangka menjalin hubungan antarbangsa, terlebih
dahulu
harus memperhatikan asas-asas berikut.
a. Asas
Teritorial
Asas ini
didasarkan pada kekuasaan Negara atas
daerahnya. Menurut asas ini, Negara melaksanakan hukum bagi semua orang
dan
semua barang atau orang yang berada di luar wilayah tersebut, berlaku
hukum
asing (internasional) sepenuhnya.
b. Asas
Kebangsaan
Asas ini
didasarkan pada kekuasaan Negara
untuk warga negaranya. Menurut asas ini, setiap warga Negara dimana pun
berada,
tetap mendapat perlakuan hukum dari
negaranya. Asas ini mempunyai kekuatan dari extraterritorial. Artinya,
hukum
dari Negara tersebut tetap berlaku juga bagi warga Negara, walaupun
berada di
Negara asing.
c. Asas
Kepentingan Umum
Asas ini
didasarkan pada kewenangan Negara
untuk melindungi dan mengatur kepentingan dalm kehidupan bermasyarkat.
Dalam
hal ini, Negara dapat menyesuaikan diri denagan semua keadaan dan
peristiwa
yang bersangkut paut denagn kepntingan umum. Jadi, hukum tidak terkait
pada
bataas-batas wilayah suatu Negara.
2.3 Sumber
Hukum Internasional
Sumber
hukum internasional, dapat dibedakan antara sumber hukum material dan
sumber
hukum dalam arti formal. Sumber hukum material adalah seumber hukum yang
membahas dasar berlakunya hukum suatu Negara, sedangkan sumber hukum
formal
adalah sumber dari mana kita mendapatkan atau manemukan
ketentuan-ketentuan
hukum internasional.
Menurut
Brierly, sumber hukum internasional dalam hukum formal merupakan sumber
hukum
paling utama dan memiliki otoritas tertinggi dan otentik yang dapat
digunakan
oleh di dalam mahkamah internasional dalam memutuskan suatu sengketa
internasional adalah pasal 38 Piagam mahkamah Internasional pasal 38,
adalah
sebagai berikut:
a. Perjanjian
internasional (traktat = treaty).
b. Kebiasaan-kebiasaan
internasional yang terbukti dalam praktek umum dan diterima sebagai
hukum.
c. Asas-asas
umum hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab.
d. Keputusan-keputusan
hakim dan ajaran-ajaran para ahli hukum internasional dari berbagai
Negara
sebagai alat tambahan ntuk menentukan hukum.
e. Pendapat-pendapat
para ahli yang terkemuka.
2.4
Proses
Ratifikasi Hukum Internasional
Menjadi Hukum Nasional
a. Pengertian
Ratifikasi
Dalam
konvensi Wina tahun 1969 tentang hukum internasional, disebutkan bahwa
dalam
pembuatan hukum baik ilateral maupun multimateral dapat dilakukan
melalui
tahap-tahap perundungan (negotiation), penandatanganan (signature)
dan pengesahan (ratification).
Ratifikasi
merupakan suatu cara yang sudah melembaga dalam kegiatan hukum
internasional.
Hal ini menumbuhkan keyakinan pada lembaga-lembaga perwakilan rakyat
bahwa
wakil rakyat yang menandatangani suatu perjanjian tidak melakukan
hal-hal yang
bertentangan denagn kepentingan umum. Sistem ratifikasi dapat di bedakan
menjadi 3 bagian, yaitu sebagai berikut:
-
Ratifikasi
oleh badan eksekutif. Sistem
ini biasanya dilakukan oleh raja-raja absolute dan pemerintahan
otoriter.
-
Ratifikasi
oleh badan legislative.
Sistem ini jarang digunakan.
-
Ratifikasi
campuran. Sistem ini paling
bnayak digunakan karena peranan legislative dan eksekuti sama-sama
menentukan
dalam proses ratifikasi suatu perjanjian.
b. Proses
Ratifikasi
Suatu
Negara mengikatkan diri pada suatu
oerjanjian dengna syarat telah disahkan oleh badan yang berwenang
dinegaranya.penandatanganan atas perjanjian hanya bersifat sementara dan
masih
harus dikuatkan dengan pengesahan atau penguatan.
Persetujuan
untuk meratifikasi (mengikatkan diri) tersebut, dapat diberikan dengan
berbagai
cara, tergantung pada persetujuan mereka. Misalnya, dengan
penandatanganan,
ratifikasi, pernyataan turut sert (accession), ataupun pertanyaan
menerima
(acceptance) dan dapat juga dengan cara pertukaran naskah yang sudah
ditandatangani. Berikut ini ada beberapa contoh proses ratifikasi dari
hukum
internasional menjadi hukum nasional.
-
Persetujuan
Indonesia-belanda mengenai
penyerahan irian barat (papua) yang ditandatangani di New York (15
januari
1962), disebut agreement. Akan tetapi, karena pentingnya materi yang
diatur di
dalam agreement tersebut maka dianggap sama dengan treaty. Sebagai
konsekuensinya, presiden memerlukan persetujuan DPR dalam bentuk
pernyataan
pendapat.
-
Perjanjian
antara Indonesia – Australia
mengenai garis batas wilayah Indonesia dengan Papua New Guinea yang
ditandatangani di Jakarta, 12 Februari 1973 dalam bentuk Agreement.
2.5
Sebab
- Sebab Timbulnya Sengketa Internasional
Dalam
data pergaulan dunia, hubungan antarnegara meskipun telah diatur dalam
hukum
atau perjanjian internasional, ternyata masih terdapat sengketa
internasional.
Peran PBB dalam mencari dan menemukan serta menyelesaikan sengketa
internasional, belum banyak memuaskan seluruh anggotanya. Hal itu
dikarenakan
bahwa lembaga PBB sering tidak mampu berbuat banyak jika ada anggotanya
(terutama pemegang hak veto) yang melakukan pelanggaran.
Berbagai
pelanggaran terhadap hukum atau
perjanjian internasional, dapat menyebabkan timbulnya sengketa
internasional.
Beberapa contoh timbulnya sengketa internasional, antara lain sebagai
berikut:
a. Segi
politis (adanya pakta pertahanan atau pakta perdamaian)
Pasca
perang dunia kedua muncul 2 blok kekuatan besar, barat (liberal
membentuk pakta
pertahanan NATO) dibawah pimpinan amerika dan timur (komunis membentuk
pakta
pertahanan Warsawa) dipimpin uni soviet. Kedua blok tersebut saling berebut pengaruh di bidang ideology
dan ekonomi serta saling berlomba memperkuat senjata. Akibatnya sering
terjadi
konflik di berbagai Negara. Misalnya; krisis kuba, korea yang terbagi 2
dan
sebagainya.
b. Segi
batas wilayah (laut teritorial dan alam daratan)
Adanya
ketidakjelasan batas laut teritorial antara Malaysia tentang Pulau
Sipadan dan Ligitan
(Kalimantan). Sengketa tersebut diserahkan ke mahkamah internasional,
hingga
akhirnya pada tahun 2003 sengketa tersebut dimenangkan oleh Malaysia.
Demikian
juga maslah perbatasan di Kasmir yang hingga kini masih diperdebatkan
antara India
dan Pakistan.
Sengketa-sengketa
yang ditimbulkan baik antara karena faktor politis atau batas wilayah,
merupakan faktor potensial timbulnya ketegangan dan sengketa
internasional yang
dapat memicu terjadi perang terbuka. Hal itu sudah terjadi di beberapa
belahan
dunia, antara lain di Korea, Kamboja, Vietnam, serta antara India dan
Pakistan
itu sendiri.
Era
baru runtuhnya Uni Soviet, kekuatan dunia terpusat pada Amerika yang
dipercaya
PBB menjadi polisi dunia. Namun, Amerika yang sering menerapkan standar
ganda
untuk beberapa Negara sekutunya (Inggris, Israel, Arab Saudi, Kuwait,
atau Australia)
justru kerap tidak adil dalam menyelesaikan sengketa-sengketa
internasional.
2.6
Peranan
Mahkamah Internasional
dalam Menyelesaikan Sengketa Internasional
a. Perihal
mahkamah internasional
Mahkamah internasional
adalah salah satu badan perlengkapan PBB yang berkedudukan di Den Haag
(Belanda). Para anggotanya terdiri atas ahli hukum yang terkemuka, yakni
15
hakim yang dipilih dari 15 negara berdasarkan kecakapannya dalam hukum.
Masa
jabatannya 9 tahun, sedangkan tugasnya antara lain member nasihat
tentang
persoalan hukum kepada Majelis Umum dan Dewan Keamanan, juga memeriksa
perselisihan atau sengketa antara Negara – Negara anggota PBB yang
diserahkan
kepada Mahkamah Internasional.
Mahkamah
internasional merupakan mahkamah pengadilan tertinggi di seluruh dunia.
Pengadilan internasional dapat mengadili semua perselisihan yang terjadi
antara
Negara bukan anggota PBB.dalam penyelesaian ini, jalan damai yang
selaras
dengan asa – asas keadilan dan hukum internasional yang digunakan.
Mahkamah
internasiona mengadili perselisihan kepentingan dan perselisihan hukum.
Mahkamah
internasional dalam mengadili suatu perkara berpedoman pada perjanjian –
perjanjian internasional (traktat – traktat dan kebiasaan – kebiasaan
internasional) sebagai sumber – sumber hukum. Keputusan mahkamah
internasional
merupakan keputusan terakhir walaupun dapat diminta banding. Selain
pengadilan
mahkamah internasional, terdapat juga pengadilan arbitrasi
internasional.
Arbitrasi internasional hanya untuk perselisihan hukum, dan keputusan
para
arbitet tidak perlu berdasarkan peraturan – peraturan hukum.
b. Peran
mahkamah internasional
Mahkamah
internasional dalam tugasnya untuk memeriksa perselisihan atau sengketa
antara
Negara – Negara anggota PBB yang diserahkan kepadanya, dapat melakukan
perannya
untuk menyelesaikan sengketa – sengketa internasional. Berikut contoh –
contoh
sengketa:
-
Runtuhnya
Federasi Yugoslavia (1992),
melahirkan perang saudara di antara bekas Negara anggotanya (Kroasia,
Slovenia,
Serbia, dan Bosnia Herzegovina). Campur tangan PBB menghasilkan
keputusan
Mahkamah Internasional yang didukung oleh pasukan NATO, memaksa Serbia
menghentikan langkah – langkah pembersihan etnik yang kemudian mengadili
para
penjahat perang.
-
Masalah
perbatasan territorial di Pulau
Sipadan dan Pulau Ligitan (Kalimantan) antara Indonesia dan Malaysia
yang tidak
kunjung ada titik temu, disepakati untuk dibawa ke Mahkamah
Internasional.
Setelah melalui perdebatan dn perjuangan panjang, pada awal tahun 2003
Mahkamah
Internasional memutuskan untuk memenangkan Malaysia sebagai pemilik sah
pulau
tersebut.
BAB
III
PENUTUP
Perkembangan dunia
global yang sudah melintasi batas – batas wilayah teritorial Negara
lain,
sangat membutuhkan aturan yang jelas dan tegas agar terciptanya suasana
kerukunan dan kerjasama yang saling menguntungkan.
Hukum internasional
dapat terjadi pada bagian dunia tertentu berdasarkan kondisi lingkungan
hukum
atau berlakunya hukum yang terbatas, seperti hukum internasional
regional.
Bahkan suatu konsep hukum internasional regional dapat pula diterima
sebagai
bagian dari hukum internasional secara umum. Karena sesungguhnya prinsip
hidup
berdampingan merupakan dambaan semua bangsa – bangsa beradab dimuka bumi
ini.