Kamis, 14 Maret 2013

SISTEM HUKUM INTERNASIONAL

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Dapat hidup berdampingan secara damai dengan bangsa – bangsa lain merupakan dambaan bagi setiap bangsa yang beradab di dunia. Secara fisik maupun psikis, hati nurani manusia sangat merindukan rasa damai, aman, tertib, dan tenteram dalam suasana perikeadilan dan perikemanusiaan.
Hal terpenting dari keinginan luhur untuk dapat hidup berdampingan secara damai dalam pergaulan dunia adalah pengalaman sejarah, terutama banyaknya Negara yang terlibat Perang Dunia II yang menimbulkan kerugian besar di berbagai bidang kehidupan. Oleh karena itu, guna membangun dasar – dasar hubungan antarbangsa yang bebas dan demokratis serta dapat menentukan nasibnya sendiri, dibentuklah PBB.
PBB yang berdiri pada tanggal 24 Oktober 1945, diharapkan mampu menjadi wadah upaya penyelesaian sengketa – sengketa bilateral, regional, maupun multilateral secara adil, bijaksana, dan proposional. Tujuan berdirinya PBB adalah
“Untuk menjamin perdamaian dan keamanan setia anggota, sehingga para anggota dapat terjamin kelangsungan hidupnya dan tidak ada tekanan dari Negara lain.”
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Makna Hukum Internasional
Istilah hukum internasional dikenal dalam berbagai istilah dan bahasa. Menurut bahasa Indonesia, hukum internasional adalah hukum bangsa – bangsa, hukum antarbangsa dan hukum antarnegara.
Menurut bahasa asing hukum internasional adalah internasional law, common law, law of mankind, law of nations, transnational law (Inggris), droit gens (Perancis), volkenreet (Jerman), volkenrecht (Belanda), ius gentium/ius intergentes (Romawi).
Pengertian hukum internasionalmenurut para ahli, sebagai berikut.
-          Hugo De Groot
 Hugo de groot (Grotius) dalam bukunya de jure belli ac pacis (perihal perang dan damai) mengemukakan, bahwa hukum dan hubungan internasional didasarkan pada kemauan bebas atau hukum alam dan persetujuan beberapa atau semua Negara. Ini ditujukan demi kepentingan bersama dari mereka yang menyatakan diri di dalamnya.
-          Prof. Dr. J.G. Starke
 Hukum internasional adalah sekumpulan hukum (body of law) yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dan karena itu biasanya ditaati dalam hubungan antarnegara.
-          Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja, S.H
 Hukum internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas Negara dengan subjek hukum internasional lainnya yang bukan Negara satu sama lain.
-          Wirjono Prodjodikoro
 Hukum internasional adalah hukum yang menagtur perhubungan hukum antar berbagai bangsa di berbagai Negara.
Berdasarkan makna atau pengertian  dari para ahli hukum internasional dalam penerapannya dapat dibedakan menjadi hukum perdata internasional dan hukum public internasional.
a.      Hukum perdata internasional
Adalah hukum internasional yang mengatur hubungan hukum antara warga Negara di suatu Negara dengan warga Negara dari Negara lain (hukum antarbangsa).
b.      Hukum publik internasional
 Adalah hukum internasional yang mengatur Negara yang sau denagn Negara yang lain dalam hubungan internasional (hukum antarnegara).
2.2  Asas Hukum Internasional
Berlakunya hukum internasional dalam rangka menjalin hubungan antarbangsa, terlebih dahulu harus memperhatikan asas-asas berikut.
a.      Asas Teritorial
 Asas ini didasarkan pada kekuasaan Negara atas daerahnya. Menurut asas ini, Negara melaksanakan hukum bagi semua orang dan semua barang atau orang yang berada di luar wilayah tersebut, berlaku hukum asing (internasional) sepenuhnya.
b.      Asas Kebangsaan
 Asas ini didasarkan pada kekuasaan Negara untuk warga negaranya. Menurut asas ini, setiap warga Negara dimana pun berada, tetap  mendapat perlakuan hukum dari negaranya. Asas ini mempunyai kekuatan dari extraterritorial. Artinya, hukum dari Negara tersebut tetap berlaku juga bagi warga Negara, walaupun berada di Negara asing.
c.       Asas Kepentingan Umum
 Asas ini didasarkan pada kewenangan Negara untuk melindungi dan mengatur kepentingan dalm kehidupan bermasyarkat. Dalam hal ini, Negara dapat menyesuaikan diri denagan semua keadaan dan peristiwa yang bersangkut paut denagn kepntingan umum. Jadi, hukum tidak terkait pada bataas-batas wilayah suatu Negara.
2.3  Sumber Hukum Internasional
Sumber hukum internasional, dapat dibedakan antara sumber hukum material dan sumber hukum dalam arti formal. Sumber hukum material adalah seumber hukum yang membahas dasar berlakunya hukum suatu Negara, sedangkan sumber hukum formal adalah sumber dari mana kita mendapatkan atau manemukan ketentuan-ketentuan hukum internasional.
Menurut Brierly, sumber hukum internasional dalam hukum formal merupakan sumber hukum paling utama dan memiliki otoritas tertinggi dan otentik yang dapat digunakan oleh di dalam mahkamah internasional dalam memutuskan suatu sengketa internasional adalah pasal 38 Piagam mahkamah Internasional pasal 38, adalah sebagai berikut:
a.       Perjanjian internasional (traktat = treaty).
b.      Kebiasaan-kebiasaan internasional yang terbukti dalam praktek umum dan diterima sebagai hukum.
c.       Asas-asas umum hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab.
d.      Keputusan-keputusan hakim dan ajaran-ajaran para ahli hukum internasional dari berbagai Negara sebagai alat tambahan ntuk menentukan hukum.
e.       Pendapat-pendapat para ahli yang terkemuka.
2.4  Proses Ratifikasi Hukum Internasional Menjadi Hukum Nasional
a.      Pengertian Ratifikasi
Dalam konvensi Wina tahun 1969 tentang hukum internasional, disebutkan bahwa dalam pembuatan hukum baik ilateral maupun multimateral dapat dilakukan melalui tahap-tahap perundungan (negotiation), penandatanganan (signature) dan pengesahan (ratification).
Ratifikasi merupakan suatu cara yang sudah melembaga dalam kegiatan hukum internasional. Hal ini menumbuhkan keyakinan pada lembaga-lembaga perwakilan rakyat bahwa wakil rakyat yang menandatangani suatu perjanjian tidak melakukan hal-hal yang bertentangan denagn kepentingan umum. Sistem ratifikasi dapat di bedakan menjadi 3 bagian, yaitu sebagai berikut:
-          Ratifikasi oleh badan eksekutif. Sistem ini biasanya dilakukan oleh raja-raja absolute dan pemerintahan otoriter.
-          Ratifikasi oleh badan legislative. Sistem ini jarang digunakan.
-          Ratifikasi campuran. Sistem ini paling bnayak digunakan karena peranan legislative dan eksekuti sama-sama menentukan dalam proses ratifikasi suatu perjanjian.
b.      Proses Ratifikasi
 Suatu Negara mengikatkan diri pada suatu oerjanjian dengna syarat telah disahkan oleh badan yang berwenang dinegaranya.penandatanganan atas perjanjian hanya bersifat sementara dan masih harus dikuatkan dengan pengesahan atau penguatan.
Persetujuan untuk meratifikasi (mengikatkan diri) tersebut, dapat diberikan dengan berbagai cara, tergantung pada persetujuan mereka. Misalnya, dengan penandatanganan, ratifikasi, pernyataan turut sert (accession), ataupun pertanyaan menerima (acceptance) dan dapat juga dengan cara pertukaran naskah yang sudah ditandatangani. Berikut ini ada beberapa contoh proses ratifikasi dari hukum internasional menjadi hukum nasional.
-          Persetujuan Indonesia-belanda mengenai penyerahan irian barat (papua) yang ditandatangani di New York (15 januari 1962), disebut agreement. Akan tetapi, karena pentingnya materi yang diatur di dalam agreement tersebut maka dianggap sama dengan treaty. Sebagai konsekuensinya, presiden memerlukan persetujuan DPR dalam bentuk pernyataan pendapat.
-          Perjanjian antara Indonesia – Australia mengenai garis batas wilayah Indonesia dengan Papua New Guinea yang ditandatangani di Jakarta, 12 Februari 1973 dalam bentuk Agreement.
2.5  Sebab - Sebab Timbulnya Sengketa Internasional
Dalam data pergaulan dunia, hubungan antarnegara meskipun telah diatur dalam hukum atau perjanjian internasional, ternyata masih terdapat sengketa internasional. Peran PBB dalam mencari dan menemukan serta menyelesaikan sengketa internasional, belum banyak memuaskan seluruh anggotanya. Hal itu dikarenakan bahwa lembaga PBB sering tidak mampu berbuat banyak jika ada anggotanya (terutama pemegang hak veto) yang melakukan pelanggaran.
 Berbagai pelanggaran terhadap hukum atau perjanjian internasional, dapat menyebabkan timbulnya sengketa internasional. Beberapa contoh timbulnya sengketa internasional, antara lain sebagai berikut:
a.      Segi politis (adanya pakta pertahanan atau pakta perdamaian)
Pasca perang dunia kedua muncul 2 blok kekuatan besar, barat (liberal membentuk pakta pertahanan NATO) dibawah pimpinan amerika dan timur (komunis membentuk pakta pertahanan Warsawa) dipimpin uni soviet. Kedua blok tersebut  saling berebut pengaruh di bidang ideology dan ekonomi serta saling berlomba memperkuat senjata. Akibatnya sering terjadi konflik di berbagai Negara. Misalnya; krisis kuba, korea yang terbagi 2 dan sebagainya.
b.      Segi batas wilayah (laut teritorial dan alam daratan)
Adanya ketidakjelasan batas laut teritorial antara Malaysia tentang Pulau Sipadan dan Ligitan (Kalimantan). Sengketa tersebut diserahkan ke mahkamah internasional, hingga akhirnya pada tahun 2003 sengketa tersebut dimenangkan oleh Malaysia. Demikian juga maslah perbatasan di Kasmir yang hingga kini masih diperdebatkan antara India dan Pakistan.
Sengketa-sengketa yang ditimbulkan baik antara karena faktor politis atau batas wilayah, merupakan faktor potensial timbulnya ketegangan dan sengketa internasional yang dapat memicu terjadi perang terbuka. Hal itu sudah terjadi di beberapa belahan dunia, antara lain di Korea, Kamboja, Vietnam, serta antara India dan Pakistan itu sendiri.
Era baru runtuhnya Uni Soviet, kekuatan dunia terpusat pada Amerika yang dipercaya PBB menjadi polisi dunia. Namun, Amerika yang sering menerapkan standar ganda untuk beberapa Negara sekutunya (Inggris, Israel, Arab Saudi, Kuwait, atau Australia) justru kerap tidak adil dalam menyelesaikan sengketa-sengketa internasional.
2.6  Peranan Mahkamah Internasional dalam Menyelesaikan Sengketa Internasional
a.      Perihal mahkamah internasional
Mahkamah internasional adalah salah satu badan perlengkapan PBB yang berkedudukan di Den Haag (Belanda). Para anggotanya terdiri atas ahli hukum yang terkemuka, yakni 15 hakim yang dipilih dari 15 negara berdasarkan kecakapannya dalam hukum. Masa jabatannya 9 tahun, sedangkan tugasnya antara lain member nasihat tentang persoalan hukum kepada Majelis Umum dan Dewan Keamanan, juga memeriksa perselisihan atau sengketa antara Negara – Negara anggota PBB yang diserahkan kepada Mahkamah Internasional.
 
Mahkamah internasional merupakan mahkamah pengadilan tertinggi di seluruh dunia. Pengadilan internasional dapat mengadili semua perselisihan yang terjadi antara Negara bukan anggota PBB.dalam penyelesaian ini, jalan damai yang selaras dengan asa – asas keadilan dan hukum internasional yang digunakan. Mahkamah internasiona mengadili perselisihan kepentingan dan perselisihan hukum.
Mahkamah internasional dalam mengadili suatu perkara berpedoman pada perjanjian – perjanjian internasional (traktat – traktat dan kebiasaan – kebiasaan internasional) sebagai sumber – sumber hukum. Keputusan mahkamah internasional merupakan keputusan terakhir walaupun dapat diminta banding. Selain pengadilan mahkamah internasional, terdapat juga pengadilan arbitrasi internasional. Arbitrasi internasional hanya untuk perselisihan hukum, dan keputusan para arbitet tidak perlu berdasarkan peraturan – peraturan hukum.
b.      Peran mahkamah internasional
Mahkamah internasional dalam tugasnya untuk memeriksa perselisihan atau sengketa antara Negara – Negara anggota PBB yang diserahkan kepadanya, dapat melakukan perannya untuk menyelesaikan sengketa – sengketa internasional. Berikut contoh – contoh sengketa:
-          Runtuhnya Federasi Yugoslavia (1992), melahirkan perang saudara di antara bekas Negara anggotanya (Kroasia, Slovenia, Serbia, dan Bosnia Herzegovina). Campur tangan PBB menghasilkan keputusan Mahkamah Internasional yang didukung oleh pasukan NATO, memaksa Serbia menghentikan langkah – langkah pembersihan etnik yang kemudian mengadili para penjahat perang.
-          Masalah perbatasan territorial di Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan (Kalimantan) antara Indonesia dan Malaysia yang tidak kunjung ada titik temu, disepakati untuk dibawa ke Mahkamah Internasional. Setelah melalui perdebatan dn perjuangan panjang, pada awal tahun 2003 Mahkamah Internasional memutuskan untuk memenangkan Malaysia sebagai pemilik sah pulau tersebut.
BAB III
PENUTUP
Perkembangan dunia global yang sudah melintasi batas – batas wilayah teritorial Negara lain, sangat membutuhkan aturan yang jelas dan tegas agar terciptanya suasana kerukunan dan kerjasama yang saling menguntungkan.
Hukum internasional dapat terjadi pada bagian dunia tertentu berdasarkan kondisi lingkungan hukum atau berlakunya hukum yang terbatas, seperti hukum internasional regional. Bahkan suatu konsep hukum internasional regional dapat pula diterima sebagai bagian dari hukum internasional secara umum. Karena sesungguhnya prinsip hidup berdampingan merupakan dambaan semua bangsa – bangsa beradab dimuka bumi ini.

0 komentar:

Posting Komentar